Keluarga dan Anak (sumber kebaikan atau keburukan ?)
Anak/keluarga adalah amanah dan juga ftnah/cobaan, sebagaimana disebutkan oleh Alloh SWT berkali-kali dalam Al-Qur'an, diantaranya yaitu sebagai berikut :
وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّمَآ أَمْوَٰلُكُمْ وَأَوْلَٰدُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ ٱللَّهَ عِندَهُۥٓ أَجْرٌ عَظِيمٌ
"Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar" (QS. Al-'Anfal, 8 : 28)
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِنَّ مِنْ أَزْوَٰجِكُمْ وَأَوْلَٰدِكُمْ عَدُوًّا لَّكُمْ فَٱحْذَرُوهُمْ ۚ وَإِن تَعْفُوا۟ وَتَصْفَحُوا۟ وَتَغْفِرُوا۟ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيم
"Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS. At-Taghabun, 64 : 14)
إِنَّمَآ أَمْوَٰلُكُمْ وَأَوْلَٰدُكُمْ فِتْنَةٌ ۚ وَٱللَّهُ عِندَهُۥٓ أَجْرٌ عَظِيمٌ
"Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar" (QS. At-Taghabun, 64 : 15)
Beberapa penggalan firman Alloh SWT sebagaimana tersebut diatas tidak bisa kita maknai secara redaksional dan parsial saja, namun kita harus membaca ayat-ayatNYA secara utuh dan kita pelajari asal-usul turunnya ayat-ayat tersebut, serta makna sesungguhnya yang bisa kita dapati dari beberapa kitab tafsir, dan uncle google juga bisa ngasih kita pembahasan-pembahasan berkenaan hal tersebut he he he, dan ayat-ayat tersebut penulis paparkan sebagai bentuk brain storming saja, sekedar pegingat/reminder, agar terbuka hati kita untuk merenungkan bahwasannya apa yang ada di hadapan kita, di kanan dan kiri kita atau dengan kata lain yaitu segala sesuatu yang ada disekeliling kita/berkorelasi dengan kita/berada dalam penguasaan kita, selain merupakan amanah/bentuk kenikmatan/hal-hal yang patut untuk disyukuri, kita harus senantiasa menyadari bahwa hal-hal tersebut juga merupakan fitnah/cobaan, dan sebagaimana tersebut pada beberapa ayat diatas, bahkan keluargapun, buah hati kita, pribadi-pribadi yang senantiasa menyayangi kita apapun kita, bagaimanapun kondisi kita, juga merupakan fitnah/cobaan bagi kita. Sebagai seorang muslim kita harus meyakini akan adanya hari akhir dan penghitungan amal-amal kita untuk menentukan perjalanan akhir kita, karena memang segala hal yang berkorelasi dengan kita sebagai makhluq, pada akhirnya akan Alloh SWT pertanyakan pertanggungjawabannya pada hari perhitungan/penghisaban, apakah hal-hal tersebut akan menambah timbangan kebaikan kita ataukah malah menambah timbangan keburukan kita, wallahu a'lam.
Khusus berkenaan dengan keluarga/anak, ada beberapa ayat dan hadits serta tafsir yang berisikan perintah bagi kita untuk mengeluarkan segala potensi/kemampuan/sumber daya/upaya kita agar fitnah/cobaan itu, hanya sebatas cobaan saja, dan tidak sampai menggelincirkan kita ke nerakaNYA Alloh SWT, naudzubillah. Adapun ayat dan hadits dimaksud adalah sebagai berikut :
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (QS. At-Tahrim: 6)
Imam Ath-Thabari dalam tafsirnya tentang ayat ini berkata,
"Wahai orang yang benar keimanannya terhadap Allah dan Rasul-Nya, 'Peliharalah diri kalian,' Hendaklah satu sama lain saling mengajarkan sesuatu yang membuat kalian dapat berlindung dan terhindar dari neraka, yaitu apabila mereka beramal dalam ketaatan kepada Allah. Sedangkan firman-Nya 'Dan (lindungi) keluarga kalian dari neraka.' Maksudnya adalah ajarkan keluarga kalian amal ketaatan kepada Allah yang dapat melindungi mereka dari api neraka.(Tafsir Ath-Thabari, 28/165)
Al-Qurthubi berkata,
"Muqatil berkata, ini merupakan hak yang menjadi kewajiban terhadap dirinya, anaknya, keluarganya dan budaknya. Ilkia berkata, 'Kita wajib mengajakan agama dan kebaikan terhadap anak-anak kita, atau adab apa saja yang tidak dapat mereka tinggalkan. Sebagaimana firman Allah Ta'ala,
"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya." (QS. Thaha: 132)
Atau juga sebagaimana firman Allah Ta'ala kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam :
"Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat," (QS. Asy-Syuara: 214)
Juga terdapat dalam hadits :
"Perintahkan mereka (anak-anak kalian) untuk melaksanakan shalat saat mereka berusia tujuh tahun." (Tafsir Al-Qurthubi, 18/196)
Seorang muslim, siapapun dia, adalah orang yang mengajak kepada jalan Allah Ta'ala, maka jadikanlah orang yang pertama mendapatkan dakwahnya adalah anak-anak dan keluarganya, kemudian orang-orang berikutnya. Allah Ta'ala, saat menugaskan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam untuk berdakwah, Dia berfirman kepadanya, "Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat," (QS. Asy-Syuara: 214), karena mereka adalah orang yang paling berhak mendapatkan kebaikan dan kasih sayangnya.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga menjadikan perawatan anak sebagai tanggung jawab orang tua dan menuntut mereka untuk itu.
Dari Abdullah bin Umar, dia berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
"Semua kalian adalah pemimpin dan kalian akan ditanya tentang orang-orang yang kalian pimpin. Kepala negara adalah pemimpin, dan akan ditanya tentang kepemimpinannya, seorang bapak pemimpin dalam keluarganya, dan dia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang ibu pemimpin di rumah suaminya. Pembantu pemimpin terhadap harta majikannya dan akan ditanya akan kepemipinannya. Dan saya mengira telah mengatakan, seseorang peminpin terhadap harta ayahnya dan akan ditanya terhadap kepemimpinannya. Masing-masing kalian adalah pemimpin dan akan ditanya terhadap kepemimpinannya" (HR. Bukhari, no. 853, Muslim, 1829)
Pembaca sekalian, inspring word untuk hari ini adalah bahwasannya sebagai manusia yang tak luput dari dosa dan kekhilapan, seyogyanya kita senantiasa memperhatikan sekitar kita, cukupkah potensi kita tercurah untuk menuai kebaikan di akhir perjalanan kita kelak, ataukah kita hanya menyia-nyiakannya untuk semakin menggelincirkan kita menjadi orang-orang yang merugi di kemudian hari, naudzubillah.
Comments
Post a Comment